Rabu, 01 November 2017

RUMIT


Percintaanku rumit, dimulai dari aku dan ia yang membangun hubungan selama lima tahun, dan harus berakhir begitu saja. Lalu dengan cepat aku mengambil keputusan untuk menerima orang baru. Mencoba menyayanginya, membuat rasa nyaman saat bersamanya. Namun hanya kekosongan yang aku rasa. Hanya ia yang merindu, hanya ia yang banyak memberi waktu. Aku yang sering menghindar untuk sebuah pertemuan. Aku yang hanya marah-marah tanpa alasan. Dan kau tahu? Aku menjadi lebih egois dan pembangkang. Kubiarkan berhari-hari tanpa memberinya kabar, bermaksud untuk menciptakan debar dan rindu. Apakah ia sosok yang benar-benar aku inginkan? Lagi-lagi yang kutemukan hanya kekosongan. Keributan kecil dipikiran terus melayang; melanjutkan atau melepaskan.

            Bagaimana bisa aku menjalani sebuah hubungan dengan satu hati? Maksudku, hanya ia yang memberiku hati. Bagaimana bisa kami terus bersama jika pikiranku masih saja terbayang masalalu bersama tuan bajingan?. Walaupun ia menerima keadaanku yang belum berpindah hati, tetap saja hubungan seperti itu tidak akan sehat. Cepat atau lambat ia akan merasa sakit. Sebulan penuh aku pikirkan untuk melepasmu. Ragu dan yakin selalu berbisik ditelinga. Kuhela nafas panjang, dan kuputuskan untuk berhenti—darimu--.

        Kuakui, Februari 2016, aku menyukai seseorang secara diam-diam. Dan itu sudah lama sebelum aku mengenalmu. Awalnya aku hanya mengaguminya. Tidak memberi isyarat bahwa aku inginkan dirinya. Aku yakin ia hanya mengganggapku biasa-biasa saja. Daripada hatiku bertepuk sebelah tangan, maka aku anggap hanya suka-suka biasa. Waktu berjalan, kau tahu? Ia memberiku respon positif. Virus merah jambu menyerang dirinya. Selanjutnya adalah hal-hal yang nanti akan kutuliskan kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Desember di Jogja

Merasa penat dengan hiruk-pikuk ibukota, macet dan dibuat berjuang setiap hari kerja dengan angkutan urban yang terkadang cukup tidak man...