Minggu, 19 November 2017

Men(y)enangkan

Siapa yang tak bahagia disukai oleh orang yang kita sukai?
Siapa yang tak bahagia memiliki orang yang kita sayangi?
Aku merasa ditemukan. Setelah terjatuh pada hal yang membuat pikiran keruh, ia datang memberikan hal yang kubutuh; dicintai oleh sosok yang memang kuinginkan.

Selama ini, hanya satu lembar yang terus kubaca. Membolak-balik halaman yang itu-itu saja. Ketika aku mencoba membuka halaman baru, kau menemukanku; lembaran baru yang seharusnya kubaca.
Tanpa pernah kau bertanya seperti apa aku sebelum bersamamu saat ini, kau berani meyakinkan bahwa kau datang tanpa berpikir untuk meninggalkan.

Kalau kita udah gak bisa sama-sama lagi, itu karena alam dan waktu.”

Lelaki pendiam itu menatap mataku lamat-lamat. Berulang kali menghisap rokok yang terselip dijarinya. Ini sudah rokok ketiga. Asap kopi hitam yang ia pesan semakin menipis. Kami hanya diam untuk waktu yang lama. Aku memulai pembicaraan, bertanya satu-dua hal. Ia menjawab sekenanya. Aku tahu dengan siapa aku berbicara. Aku tahu harus seperti apa menghadapi sosok dingin di depanku saat itu. Tidak mudah membawanya masuk dalam perbincangan hangat saat senja. Ternyata canda yang kukeluarkan cukup ampuh membuatnya tersenyum dan tertawa.  

Hubungan ini memang masih seumuran jagung, namun sudah banyak hal yang kita lewati. Berawal saat kau mengenalkanku pada kedua orangtuamu, dan pertemuan-pertemuan baik berikutnya. Aku senang diterima dalam keluarga lain yang baru kukenal. Aku senang saat ibumu bercerita dan membuatku mengetahui lebih banyak hal tentang dirimu. Aku suka saat membantu ibumu merapihkan piring-piring sehabis kita makan. Aku suka menyiapkan bantal yang akan kau pakai tidur saat malam. Aku suka semua hal yang kita lakukan.

Kau tak perlu takut aku akan mencari kebahagiaan pada oranglain dan mencari-cari hal yang tidak ada didirimu. Akupun pernah berjanji, jika hubungan ini harus berakhir, kupastikan bukan karena pengkhianatan. Aku senang kau tidak mengekang, tidak juga melarang-larang. Kau bilang; Aku ini baru pacarmu, bukan suamimu, mana berani aku melarang atas hal yang ingin kau lakukan? Aku tahu kau perempuan dewasa, tahu mana yang baik dan tidak.

Singkat namun selalu kuingat. Kau melepasku dengan bekal kepercayaan yang kau titipkan. Sayang, aku tidak akan mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama seperti dulu. Karena kau menenangkan, karena kau menyenangkan. Walau harus aku yang pintar-pintar mencari pembahasan untuk kita bicarakan. Kau bukan tipikal orang yang akan memulai pembicaraan. Lagipula aku tidak keberatan untuk memberi umpan awal agar suasana menjadi lebih menyenangkan.

Kau selalu membuatku penasaran. Apalagi tatapan elang yang kau tunjukkan saat aku rewel bercerita, membuatku ingin menelanmu hidup-hidup. Kau juga hebat, membuatku menjadi perempuan sabar dan tidak mudah marah. Kau sosok pendiam yang selalu mencuri perhatian. Semoga rasa ini seimbang dengan pembagian 50:50. Semoga hubungan ini tidak berat sebelah. Bukan hanya aku atau kau saja yang mencinta, tetapi melibatkan kami berdua dalam menjalani kebahagiaan bersama. Jika dahulu aku berprinsip “kalau kita dibahagiakan orang lain, dan kamu setuju akan hal itu,  kamu boleh pilih dia”. Aku ingin mengubahnya menjadi “tetaplah disini, seburuk apapun kondisi yang kita hadapi”.

Aku senang saat duduk berdampingan denganmu; tuan pemesan kopi hitam.
Aku mau jadi teman minum kopimu sampai dingin.
Satu lagi, aku suka saat semesta dan hujan seolah bekerjasama untuk menahanmu, disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Desember di Jogja

Merasa penat dengan hiruk-pikuk ibukota, macet dan dibuat berjuang setiap hari kerja dengan angkutan urban yang terkadang cukup tidak man...